I.
Pendahuluan
Secara fitrah, Allah menciptakan segala sesuatu dengan
berpasang-pasangan. Diantaranya Dia menciptakan Siang dan malam, hitam dan
putih, begitu juga dengan manusia. manusia diciptakan dengan saling berpasangan
antara pria dan wanita. Salah satu maksud Allah menciptakan manusia secara
berpasang-pasangan adalah untuk menjalin hubungan diantara mereka, membina
rumah tangga dan memiliki keturunan melalui proses hubungan biologis yang
normal. Kehidupan normal dan sehat merupakan salah satu kunci untuk mendapatkan
kebahagian dan ketentraman hidup di dunia.
Tetapi kehidupan manusia terkadang memang mengherankan,
banyak manusia yang sudah menyimpang. Kehidupan yang seharusnya selaras dengan
fitrah yang suci malah mereka nodai dengan penyimpangan demi penyimpangan
sehingga kehancuran, kerusakan dan kehinaan menyelimuti kehidupan mereka. Allah
memberikan manusia akal sehingga bisa memikirkan hal-hal yang baik dan
bermanfaat, tapi kadang karena hawa nafsunya mereka terjebak dalam kehinaan,
seperti penyimpangan mereka dalam seks, kenikmatan seks yang Allah berikan
untuk menjalin hubungan suami-istri atau laki-laki dan perempuan dalam bingkai
pernikahan, justru mereka selewengkan dengan berhubungan sejenis, laki dengan
laki-laki dan wanita dengan wanita.
Akhir-akhir
ini masyarakat Dunia dihebohkan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) Amerika
Serikat yang melegalkan pernikahan sesama jenis di 50 negara bagian melalui
keputusan bersejarah pada Jumat, 26 Juni 2015.
Sebelumnya, pernikahan sesama jenis hanya legal di 36
negara bagian. Melalui keputusan 5-4, Mahkamah mencabut
larangan pernikahan sesama jenis yang diterapkan oleh 14 negara bagian.
Larangan ini berujung pada pengajuan kasus Obergefell versus Hodges agar MA
memutuskan keabsahan larangan pernikahan ini.
Hakim Anthony Kennedy menulis opini
mayoritas didukung oleh empat hakim liberal, yaitu Ruth Baden Ginsburg, Stephen
Breyer, Elena Kagan, dan Sonia Sotomayor. Sementara itu, hakim konservatif,
termasuk Ketua MA John Roberts, menulis dissenting opinion, “Pernikahan adalah
hak konstitusional bagi pasangan sesama jenis,” bunyi opini mayoritas.[1]
Jika di Indonesia ada Ade Armando, seorang Tokoh Liberal yang belakangan ini
sering muncul di Media massa karena pemikiran-pemikirannya yang menyimpang. Tempo
hari seorang Pakar komunikasi Universitas Indonesia dan Paramadina ini
menggugat ajaran agama Islam yang tidak menoleransi umat yang terlibat LGBT.
Dia beranggapan bahwa LGBT (golongan pecinta sesama jenis) bukanlah
penyimpangan. Dia malah berargumen, rasa itu datang dari Sang Pencipta.[2]
Ini
merupakan pemikiran yang sangat rusak sekali dan sangat jauh menyimpang dari
ajaran islam yang benar. Pemikiran semacam ini telah menyebar di kalangan
masyarakat ‘awwam, dan sebagian dari mereka “termakan” dengan pola pikir
yang rusak seperti ini.
Padahal
jelas-jelas Allah subhanahu wa ta’ala sangat melaknat perbuatan keji ini
dan mengancam pelakunya dengan ancaman yang sangat keras. Adapun tentang
masalah hukuman bagi pelaku penyimpangan seksual ini (Homo dan Lesbi), para Ulama’
telah bersepakat berdasarkan dalil dari nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah bahwa
hukuman bagi pelaku Liwath adalah dibunuh, baik pelaku maupun
korban/partnernya. Tetapi para Ulama’ masih berbeda pendapat tentang bagaimana
cara pelaksanaan hukuman bunuh bagi pelaku keduanya, maka dari itu penulis
terdorong untuk melakukan kajian dan membahas pendapat-pendapat Ulama’ tentang
masalah ini.
II.
Definisi
Liwath dari kata laatha-yaliithu-lauthan
yang berarti “melekat”. Sedang liwath adalah orang yang melakukan perbutannya
kaum Nabi Luth atau dari kata laawatha-yulaawithu yang berarti orang yang
melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (hubungan sejenis).[3]
Liwath
terbagi menjadi 2 :
1.
Liwath Sughro, yaitu
“ إتيان النساء في
أدبارهنّ” mendatangi wanita (istri) dari duburnya.
Dalam istilah
bahasa Indonesia, Homo berarti, “keluarga manusia, termasuk famili Hominidae,
selain meliputi makhluk manusia yang ada sekarang, juga meliputi makhluk manusia
purba, seperti manusia Neanderthal dan Pithecantropus” sedangkan Liwath
memiliki arti Homoseks, yaitu melakukan perbuatan hubungan seks dengan
pasangan sejenis (laki-laki dengan laki-laki).” [5]
III.
Dalil-Dalil Syar’i
Allah
telah mengisahkan kepada kita tentang kaum Nabi Luth di beberapa tempat dari
kitab-Nya. Di antaranya adalah:
$£Jn=sù uä!$y_ $tRâöDr& $oYù=yèy_ $yguÎ=»tã $ygn=Ïù$y $tRösÜøBr&ur $ygøn=tã Zou$yfÏm `ÏiB 9@ÉdfÅ 7qàÒZ¨B ÇÑËÈ ºptB§q|¡B yZÏã În/u ( $tBur }Ïd z`ÏB úüÏJÎ=»©à9$# 7Ïèt7Î/ ÇÑÌÈ
Artinya:
"Maka tatkala datang azab kami, kami jadikan negeri kaum Luth itu yang
di atas ke bawah (Kami balikkan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah
yang terbakar dengan bertubi-tubi,Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu
tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim ." [QS. Hud: 82-83]
"Dan
janganlah kamu sentuh unta betina itu dengan sesuatu kejahatan, yang
menyebabkan kamu akan ditimpa oleh azab hari yang besar" Kemudian mereka
membunuhnya, lalu mereka menjadi menyesal, Maka mereka ditimpa azab.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti yang nyata. dan
adalah kebanyakan mereka tidak beriman.Dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar
dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Kaum Luth Telah mendustakan rasul-rasul,
Ketika saudara mereka, Luth, Berkata kepada mereka: Mengapa kamu tidak
bertakwa?" Sesungguhnya Aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus)
kepadamu, Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan Aku
sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain
hanyalah dari Tuhan semeta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara
manusia, Dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu,
bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas". [QS. Asy-syura': 156-166]
$»Ûqä9ur çm»oY÷s?#uä $VJõ3ãm $VJù=Ïãur çm»oYø¯gwUur ÆÏB Ïptös)ø9$# ÓÉL©9$# MtR%x. ã@yJ÷è¨? y]Í´¯»t6yø9$# 3 óOßg¯RÎ) (#qçR%x. uQöqs% &äöqy tûüÉ)Å¡»sù ÇÐÍÈ
Artinya:
"Dan kepada Luth, kami Telah berikan hikmah dan ilmu, dan Telah kami
selamatkan dia dari (azab yang Telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan
perbuatan keji . Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik."
[QS. Al-anbiya': 74]
Adapun
dalil dari As Sunnah, dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bersabda,
إنَّ
أخوفَ مَا أخَافُ على أُمَّتي عَمَلُ قَومِ لُوطٍ
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan
akan menimpa umatku adalah perbuatan kaum Luth. (HR Ibnu Majah) Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini Hasan.[6]
Di
hadits yang lain, dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ
يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ (رواه إبن ماجه و الترمذي)
"Siapa
yang kamu dapati sedang mengerjakan perbuatan kaum Nabi Luth [liwath], maka
bunuhlah orang yang mensodomi dan yang disodomi."[7]
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ
عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ وَلَعَنَ اللَّهُ
مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ
“Allah melaknat siapa saja yang melakukan
perbuatan kaum Luth”, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)[8].
IV.
Dampak Liwath
Liwath
merupakan perbuatan keji yang sangat banyak menimbulkan mudharat. Liwath
bisa berdampak ke berbagai sisi, diantaranya bagi pelaku, keturunan, kejiwaan,
dan fisik.
Adapun
beberapa mudharat yang ditimbulkan adalah sebagai berikut,
a. Dampak Liwath Sughro[9]
1. Menzholimi Istri, tidak memberikan hak watho’ yang sebenarnya kepadanya.
2. Keluar dari hikmah dan maksud syari’at dari pernikahan,
yaitu memberikan keturunan (hifzhun nasl)
3. Memberikan mudhorot kepada jiwa bagi kedua pasangan
karena melakukan hal yang tidak normal
4. Dapat menimbulkan kegelisahan, kesedihan bagi kedua
pelaku.
5. Menjadikan wajah hitam kelam, dan juga menzholimi diri
serta menghilangkan cahaya di dalam hati.
6. Menimbulkan rasa tidak harmonis atau benci di antara
kedua pasangan, dan akan terus berlangsung sampai mereka menghentikan perbuatan
tersebut dan bertaubat kepada Allah.
7. Merupakah salah satu sebab hilangnya kenikmatan
“berhubungan” di antara suami dan istri.
8. Mengundang laknat dan murka Allah bagi pelakunya dan
Allah enggan melihat mereka pada hari kiamat.
9. Dapat menghilangkan rasa malu dalam diri, yang akan
berakibat buruknya kelakuan pelaku.
b. Dampak Liwath Kubro[10]
1. Diancam dengan ancaman yang tegas dari Allah subhanahu
wa ta’ala baik di dunia maupun di akhirat.
2. Malaikat akan kabur dari pelaku liwath karena merasa
jijik, dan bumi akan berteriak seolah marah sehingga meminta izin kepada Allah
untuk menghinakan mereka.
3. Mengundang murka dan laknat-Nya, dikelilingi oleh syaitan.
4. Diancam dengan masuk ke dalam neraka jahim, disiksa
dengan siksa yang sangat pedih, yaitu dibakar mukanya dan jasadnya di bagian
paling dasar dari neraka, kemudian diminumkan kepadanya minuman khas dari
neraka jahim.
5. Hilangnya kenikmatan hidup, menghilangkan syahwat kepada
wanita
6. Mendapatkan kehinaan di dunia maupun di akhirat.
V.
Hukuman bagi
Pelaku Liwath
Dalam pembahasan mengenai hukuman bagi
pelaku liwath, Ulama’ telah bersepakat bahwa hukuman had bagi pelaku liwath
adalah dengan dibunuh, baik pelaku maupun korban/partnernya. Sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasulullah shallahu ‘alaih wa sallam,
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا
الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
"Siapa
yang kamu dapati sedang mengerjakan perbuatan kaum Nabi Luth [liwath], maka
bunuhlah orang yang mensodomi dan yang disodomi." [HR. Ibnu Majah dan
At-Tirmidzi]
Tetapi, Mengenai tata cara pelakasanaan
pembunuhan keduanya terjadi perbedaan pendapat di kalangan Sahabat, dimana
sebagian di antara mereka ada yang
membunuh keduanya dengan membakarnya dan sebagian lagi membunuhnya dengan cara
melempari keduanya dengan batu hingga meninggal dunia. Abdullah bin Abbas berkata, "Hendaklah dicari sebuah
rumah yang paling tinggi di suatu desa dan keduanya dijatuhkan dari atasnya
dalam keadaan terjungkir, kemudian dilempari batu." [HR. Al-Baihaqi:
8/232]
Tentang
perselisihan para Sahabat dalam tata cara pelaksanaan hukuman bunuh bagi pelaku
liwath ini, Imam Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah rahimahullah merinci beberapa
pendapat mereka,
a.
Dibakar dengan Api
Ini merupakan
pendapat Abu bakar Ash Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Zubair Radhiyallahuan’hu.
Tentang pendapat ini Ibnu Qoyyim menjelaskan, “Pelaksanaan hukuman bunuh dengan
dibakar bagi pelaku liwath ini dilakukan pada masa ke-khalifahan Abu bakar,
Ali, Ibnu Zubair, Hisyam bin Abdul Malik.”[11]
Dalam sebuah kisah bahwa Khalid bin Walid berkirim surat
kepada Abu Bakr Ash-Shiddiq, bahwa di suatu wilayah ia mendapati seorang
laki-laki menyediakan diri sebagai pasangan/patner laki-laki homoseks, digauli pada
anusnya. Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat lainnya.
Lalu Ali bin Abi Tholib angkat bicara,
” مَا
فَعَلَ هَذَا إِلاَّ أُمَّةٌ وَاحِدَةٌ مِنَ الأُمَمِ، وَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا
فَعَلَ اللهُ بِهَا، أَرَى أَنْ يُحْرَقَ بِالنَّارِ
“
“Tidaklah
ada satu umat pun dari umat-umat (terdahulu) yang melakukan perbuataan ini,
kecuali hanya satu umat (yaitu kaum Luth) dan sungguh kalian telah mengetahui
apa yang Allah Subhaanahu wa ta’ala perbuat atas mereka, aku berpendapat agar
ia dibakar dengan api.” Maka
Abu Bakar menulis surat
jawaban kepada Khalid supaya membakar orang yang ditemuinya itu dengan api.
Maka Khalid pun membakarnya.[12]
b.
Dirajam sampai mati
Ini merupakan
pendapat Umar bin Al- Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas.[13]
Umar dan kebanyakan dari para sahabat dan tabi’in berkata tentang hukuman bagi
pelaku liwath, “dirajam dengan batu sampai mati, baik muhshon maupun ghoiru
muhshon.”
c.
Dilempar dari atas bagunan di suatu negeri kemudian
dilempari dengan batu
Ini merupakan
pendapat Abu bakar Ash-Shiddiq dan Ibnu Abbas. Sebagaimana dalam suatu riwayat,
Ibnu Abbas ditanya tentang had bagi pelaku liwath, dia mengatakan, “disaksikan
dari atas bangunan yang tinggi kemudian dijatuhkan ke bawah selanjutnya
dilempari dengan batu.”[14]
Sedangkan
pendapat-pendapat dari 4 Imam Madzhab adalah sebagai berikut,
a.
Madzhab Hanafi
Abu hanifah
berkata, "Pelaku liwath di ta'zir saja, karena liwath bukan termasuk perbuatan
zina."[15]
b. Madzhab Maliki
Pendapat
pengikut madzhab Maliki dan Hanbali dari dua riwayat dari Ahmad, "Had
liwath dirajam dalam segala keadaan, baik muhshan atau ghairu muhshan."
Sebagaimana sabda Nabi: "Siapa yang kamu dapati sedang mengerjakan
perbuatan kaum Nabi Luth [liwath], maka bunuhlah orang yang mensodomi dan yang
disodomi." [HR. Ibnu Majah dan At-Tirmidzi] atau dalam hadits lain, "Rajamlah
yang atas atau yang bawah."[16]
c.
Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i
berpendapat, "Had liwath sama dengan had zina, jika muhshan ia
dirajam jika ghairu muhshan ia dijilid dan diasingkan,
sebagaimana diriwayatkan Abu Musa al-Asy’ari ra, bahwa Nabi bersabda, "Jika
seorang laki-laki menggauli laki-laki, maka kedua berzina. Jika wanita
menggauli wanita maka keduanya berzina." (HR. Al Baihaqi)[17].
Sebagian Ulama’ Syafi’iyyah yang lain berpendapat bahwa pelaksanaan hukuman
bagi pelaku liwath adalah,
1. Dibunuh dengan
dipenggal menggunakan pedang
2. Dirajam, seperti
had bagi pelaku zina.[18]
d.
Madzhab Hanbali
Had liwath dirajam
bagi yang muhshan dan bagi yang ghairu muhshan dijilid
sebanyak 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun.[19]
e.
Pendapat Jumhur Ulama’ (Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad) berkata, "Sesungguhnya palaku liwath wajib mendapatkan had, karena
Allah mengadzab pelakunya sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya, -yaitu
menghujani mereka dengan batu daru langit- mereka mendapatkan had sebagaimana
had zina, karena itu termasuk perbuatan zina." [20]
Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata tentang
perselisihan para Ulama’ dalam melaksanakan hukuman bunuh bagi pelaku liwath, “adapun
liwath, sebagian Ulama' ada yang berpendapat bahwa hadnya adalah seperti had
bagi pelaku zina, sedangkan yang lain berpendapat dengan pendapat yang lain
juga. Dan
yang shohih, telah menjadi kesepakatan para Sahabat bagi pelaku liwath adalah dibunuh. Dengan landasan dalil,
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ
يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Siapa
saja yang engkau dapati mengerjakan perbuatan kaum luth (homoseksual)maka
bunuhlah kedua pelakunya” (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud). Ada
juga pendapat bahwa hukuman bagi pelaku
liwath adalah dengan dirajam, sesuai
dengan
pendapat Imam Ali
dan yang lainnya. Tidak ada
perselisihan diantara para sahabat dalam masalah hukuman had “bunuh” bagi
pelaku liwath.
Akan tetapi mereka berselisih bagaimana tata cara
pelaksanaan hukuman had tersebut, ada yang berpendapat dengan dibakar, seperti
pendapat Abu Bakar, ada yang berpendapat dengan dijatuhkan dari atas bangunan
yang tinggi dengan disaksikan oleh orang ramai kemudian dilempari batu dari
atas, seperti pendapat Ibnu Abbas, tetapi
sebagian
besar para Salaf
berpendapat bahwa hukuman bagi pelaku liwath adalah dengan dirajam, karena
Allah merajam kaum Luth
dengan munghujani mereka dengan batu dari langit. Ini berlaku bagi seluruh pelaku liwath,
baik keduanya
merdeka, atau keduanya budak, atau satu
budak
dan yang lainnya merdeka jika seandainya keduanya telah baligh. Jika salah satu dari keduanya belum
baligh, maka yang dirajam hanya yang sudah baligh saja.[21] Ibnu Taimiyyah juga berpendapat bahwa
barang siapa yang mengatakan bahwa boleh melakukan liwath, baik kepada budak
atau kepada yang bukan budak, maka ia kafir murtad dari Islam.[22]
VIII. Syubhat-Syubhat
Seputar Liwath
1. Kaum
liberal memiliki penafsiran, bahwa faktor tunggal yang menjadi sebab (‘illat)
diharamkannya homo dan lesbi pada zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, terlebih zaman Nabi Luth ‘alaihi salam adalah sedikitnya
populasi umat manusia pada saat itu. Sehingga, Untuk menjamin kesinambungan
umat manusia sebagai khalifah di muka bumi, perkawinan pria dan wanita mutlak
diperlukan. Karenanya, pengharaman homo dan lesbi merupakan solusi sosial bagi
problem tingkat populasi pertumbuhan umat mausia yang sangat rendah.[23]
Namun
saat ini, ketika populasi ummat manusia membeludak, bahkan telah menimbulkan
problem sosial yang sangat serius dari beragam sektor kehidupan, mereka
berpendapat bahwa ‘illat dari haramnya perkawinan sesama jenis sudah
tidak ada. dan sudah maklum, bahwa, “alhukmu yaduru ma’a illatihi”.
Sehingga pengharaman homoseksual harus di evaluasi kembali dan dikaji ulang.
Pendapat
semacam ini muncul dikarenakan mereka, para Aktivis Liberal itu dalam
menafsirkan nash-nash yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan
menggunakan Metode Hermeneutika[24].
Dengan
kepercayaan diri yang sangat tinggi, kaum liberal meneriakan hasiI ijtihad yang belum pernah ada dalam
sejarah Islam dan membela habis-habisan
perkara yang sudah jelas diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Penafsiran Kafir Liberal dan
anteknya terhadap nash-nash agama penuh manipulasi hujjah dan korupsi dalil.
Penggunaan Metode Hermeneutika dalam menafsirkan Al-Quran dan Hadits merupakan
penistaan dan pengkhianatan terhadap Islam, karena metode tersebut sejak
kelahirannya hanya diperuntukkan bagi penafsiran Bibel, bukan Al-Qur'an maupun
Hadits. Prof. Josef van Ess, seorang Tahuneolog dari Universitas
Tuebingen-Jerman dengan jujur menegaskan: "Bahwa Hermeneutika yang berasal
dari Jerman tidak ditujukan untuk Kajian Keislaman", sebagaimana dikutip
oleh Irene A. Bierman dalam bukunya "Text and Context in Islamic
Studies" terbitan tahun 2004.
Allah
subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui tentang populasi pertumbuhan umat
manusia dari zaman ke zaman. Allah juga Maha Mengetahui tentang segala problem
sosial yang timbul akibat ledakan pertumbuhan penduduk yang teramat pesat.
meski demikian, tidak pernah menjadikan Homoseksual dan Lesbianisme sebagai
solusi sosial bagi problem-problem tersebut, bahkan mengharamkannya dengan
sebab kekejian perilaku yang hina, jorok dan menjijikkan, bukan dengan sebab
populasi perkembangan penduduk.
2. Salah
seorang Tokoh Liberalisme dan Feminsime di Indonesia, Prof. DR. Musdah Mulia mengatakan bahwa
pengharaman Al-Qur'an hanya sebatas perilaku "sodomi"nya yaitu
memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam dubur, bukan orientasi seksual Homo
maupun Lesbi.
Musdah
juga menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah bahwasanya semua manusia, baik
laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa memandang etnis, kekayaan,
posisi sosial
atau pun orientasi seksual. Lebih lanjut dia mengatakan “Orang yang
menyatakan bahwa pelarangan homoseksual hanyalah didasarkan pada penafsiran
sempit terhadap ajaran Islam.”[25]
Pernyataan
ini muncul diakibatkan karena Musdah Mulia dalam menafsirkan Al-Qur’an tidak
menggunakan tafsir para Ulama’ Salaf, dia lebih menggunakan akalnya dalam
menafsirkan ayat-ayat Allah. Dan
penyebab yang lain adalah karena dia keliru dalam mendefenisikan pernikahan
dengan mengatakan bahwa pernikahan hanya sebatas "akad yang sangat kuat yang dilakukan secara
sadar oleh dua orang",
sehingga akad tersebut boleh dilakukan antar yang sejenis.
Dan
salah satu penyebab yang paling mendasar yang meletar-belakangi dari pendapat-pendapatnya
adalah “keberaniannya” mengubah-ubah hukum Islam, untuk disesuaikan dengan cara
pandang dan cara hidup Barat.
IX. Kesimpulan dan
Penutup
Alhamdulillah, selesai sudah
pembuatan makalah tentang liwath ini. Penulis memulai pembahasan dari definisi, dalil, dampak liwath, perbedaan
para ulama’ tentang bagaimana pelaksanaan hukuman had bagi pelaku liwath,
dan bantahan terhadap syubhat-syubhat yang berkaitan tentang liwath.
Penulis sengaja mengakhirkan pembahasan tentang hukuman bagi
pelaku liwath dari pada pembahasan tentang dampak liwath, agar kiranya
pembahasan yang menjadi pembahasan pokok penulis bisa terperinci dan mudah
dimengerti oleh pembaca.
Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut,
- Bahwa liwath merupakan perbuatan hina yang sangat
dilaknat oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan diancam dengan adzab
yang keras, baik di dunia maupun di akhirat.
- Liwath akan memberikan dampak buruk kepada pelakunya
dari berbagai sisi dalam tinjauan maqhasidusy syari’ah, yaitu dari
sisi Agama (dien), fisik (nafs), keturunan (nasl),
dan kejiwaan (‘aql)
- Ulama’ berbeda pendapat tentang bagaimana
pelaksanaan hukuman had “bunuh” bagi pelaku liwath, tetapi menurut
penulis, pendapat yang paling rajih adalah sebagaimana pelaksanaan
hukum had bagi pelaku zina, yaitu dengan dirajam.
- Hukuman rajam, sesuai dengan Ijma’ para
Ulama’ hanya berlaku pada pelaku liwath yang sudah baligh.
- Orang yang berpendapat bahwa boleh melakukan
perbuatan liwath, maka ia telah Kafir keluar dari Islam.
- Munculnya pemikiran-pemikiran nyeleneh tentang
liwath ini disebabkan
a.
Jauhnya orang tersebut dari mashdarul ilmi dalam
Islam yang salah satunya adalah penafsiran dan pendapat para Ulama’, baik Salaf
maupun Kholaf. Sehingga mereka lebih mengedepankan akal
dalam mengemukakan pendapat dan menafsikan nash-nash syar’i.
b.
Menjelaskan
tentang Islam dari sudut pandang dan cara hidup Barat.
Dan terakhir, penulis
mohon maaf sebesar-besarnya, atas kekeliruan dan kekurangan yang ada di makalah
ini. Penulis sangat berharap sekali saran dan kritik dari pembaca untuk
melengkapi kekurangan dari makalah yang penulis buat ini.
REFERENSI
1.
Ibrahim Musthafa, Ahmad Az Ziyaat, Hamid Abdul Qodir,
Muhammad An Najjar, Al Mu’jam al wasith,
(Daar ad-Dakwah)
2.
Muhammad bin Abi bakr bin Abdil Qodir Ar-Rozi, Mukhtar
as-Shihah, (Beirut, Maktabah Libnan, 1995)
3.
Tim Penyususn Kamus Pusat Bahasa, KBBI Offline Versi
1,5.1
4.
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Abi Bakar Bin Az
Zur’i Ad Dimasyqi, Zaadul ma’ad, (Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah)
5.
Muhammad bin Yazid Abu Abdillah al-Qozwaini,
Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Daar al-Fikri)
6.
Ahmad bin Syu’aib abu Abdurrahman An-Nasa’i, As Sunan
Al Kubro, (Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah)
7.
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Abi Bakar Bin Az
Zur’i Ad Dimasyqi, I’lamul Muwaqiin, (Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah)
8.
_________________________________, Rhaudhatul Muhibbin,
(Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah)
9.
Ali al Hanafi, Syarh al-Wiqoyah, (Maktabah
Syamilah) vol. 6
10. Abu Bakar Ahmad bin
Al-Husain bin Ali al-Baihaqi, As sunan al-Kubro, (India: Majlis Da’iroh
al- Ma’arif an-Nazhomiyyah al-Kaainah, 1344 H) vol. 8
11. Kamaluddin Muhammad
Bin Abdul Wahid as-Siwasiy, Fathul Qodir, (Beirut: Daar al-Fikri) vol.
4
12. Abu Muhammad
Abdillah Bin Ahmad Bin Muhammad Bin Qudamah Al-Maqdisi, al-Mughni, (Kairo:
Hijr) vol.3
13. Al Imam Abi
Zakariyya Muhyiddin bin Syarf An Nawawi,
Al Majmu’ Syarh Al Muhadzab,(Beirut: Daar Al-Fikri) vol.2
14. Al-Mawardi, al-ahkam
al-Sulthaniyah, vol. 1
15. DR. Wahbah
Zuhaili, Al Wajiz fi Al Fiqh Al Islami, (Dimasyqi: Darul Fikr, cet 1 2005), vol. 2
16. Abul Abbas
Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani, Majmu'
Fatawa Ibnu Taimiyyah, (Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah) vol. 28
17. Http://www.Kompas.com/Internasional_Mahkamah
Agung Amerika Legalkan Pernikahan Sesama Jenis.html 12 September 2015. 10:48 WIB
18. Http://www.Republika Online.com/Ade Armando_Allah
tidak mengharamkan LGBT!.html 29 Agustus 2015. 17:26:15
19.
Http://www.Penerbit Imtiyaz.com/Legalisasi nikah sesama
jenis, Rasionalisasi Syari'at yang Irasional.html 13 September 2015 12.50 WIB
[1] Http://www.Kompas.com/Internasional_Mahkamah Agung Amerika Legalkan
Pernikahan Sesama Jenis.html 12 September 2015. 10:48 WIB
[2] Http://www.Republika Online.com/Ade
Armando_Allah tidak mengharamkan LGBT!.html 29 Agustus 2015. 17:26:15
[3] Ibrahim Musthafa, Ahmad Az Ziyaat, Hamid
Abdul Qodir, Muhammad An Najjar, Al Mu’jam al wasith, (Daar ad-Dakwah) vol. 2 hal.
846
[4] Muhammad bin Abi bakr bin Abdil Qodir Ar-Rozi,
Mukhtar as-Shihah, (Beirut, Maktabah Libnan, 1995) hal. 608
[6] Muhammad bin Yazid Abu Abdillah
al-Qozwaini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Daar al-Fikri), vol. 2 hal. 856
[8] Ahmad bin Syu’aib abu Abdurrahman An-Nasa’i,
As Sunan Al Kubro, (Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah), . 6vol hal. 485
[9] Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Abi Bakar
Bin Az Zur’i Ad Dimasyqi, Zaadul ma’ad, (Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah)
vol 3.hal 148-150 dan I’lamul Muwaqiin 4/345-346
[10] Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Abi
Bakar Bin Az Zur’i Ad Dimasyqi, Rhaudhatul Muhibbin, hal.362 dan 371-372
[13] Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali
al-Baihaqi, As sunan al-Kubro, (India: Majlis Da’iroh al- Ma’arif
an-Nazhomiyyah al-Kaainah, 1344 H) vol. 8 hal. 232-233
[14] Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Abi
Bakar Bin Az Zur’i Ad Dimasyqi, Zaadul ma’ad, (Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah)
vol 3.hal. 209
[15] Kamaluddin Muhammad Bin Abdul Wahid
as-Siwasiy, Fathul Qodir, (Beirut: Daar al-Fikri) vol. 4 hal.
5393
[16] Abu Muhammad Abdillah Bin Ahmad Bin Muhammad
Bin Qudamah Al-Maqdisi, al-Mughni, (Kairo: Hijr) vol.3 hal.187
[17] Al Imam Abi Zakariyya Muhyiddin bin Syarf An
Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzab,(Beirut: Daar Al-Fikri) vol.2 hal. 268
[20] DR. Wahbah Zuhaili, Al
Wajiz fi Al Fiqh Al Islami, (Dimasyqi: Darul Fikr, cet 1 2005), vol. 2 hal. 378
[21]
Abul
Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani, Majmu' Fatawa
Ibnu Taimiyyah, (Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah) vol. 28 hal. 334-335
[23] Http://www.Penerbit
Imtiyaz.com/Legalisasi nikah
sesama jenis, Rasionalisasi Syari'at yang Irasional.html 13 September 2015 12.50 WIB
[24] Metode Hermeneutika adalah metode penafsiran yang menggunakan akal dengan ilmu filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna (mengartikan sesuatu
sesuai dengan keinginan) yang bertujuan untuk
mengacaukan pengertian dan membuat kebingungan. Lihat : Wikipedia
[25] Http://www.Penerbit
Imtiyaz.com/Legalisasi nikah
sesama jenis, Rasionalisasi Syari'at yang Irasional.html 13 September 2015 12.50 WIB
What's in a casino? A simple, straightforward explanation
BalasHapusCasino. 1. Casino 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 구리 출장마사지 10. 11. 12. 13. 14. 15. 김천 출장샵 16. 17. 18. 평택 출장샵 19. 안성 출장샵 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 속초 출장마사지 28. 29.